Salah Paham Gender
Gender bisa dikatakan juga sebagai revolusi status di kehidupan sosial. Ini seperti gizi yang harus dipenuhi tiap hari.
Penyebabnya sederhana, karena ketidakadilan dalam pemberian hak status sosial bagi kaum laki-laki dan perempuan dimasyarakat.
Sebenarnya, hal ini berkaitan dengan emansipasi wanita atau proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial dan ekonomi yang rendah. Atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju.
Kata inggris, gender itu adalah kelamin. Kata amerika, sex itu yang namanya kelamin. Tapi kata om dan tante cabul, kelamin itu banyak namanya dan rupa-rupa warnanya.
Ternyata, gender dan sex itu beda pemahamannya. Bedanya dari segi dimensinya. Kalau gender mengacu pada dimensi sosial dan budaya. Sedangkan sex pada jenis kelamin.
Tapi saya tidak terlalu mendukung konsep gender ini. Kecuali terhadap hak. Karena kalau terhadap status, gender tidak selamanya harus sama?. Berikut beberapa Salah Paham Gender didunia.
Baca Juga : 10 Pengaruh Sex Bebas Didunia
Istilah
Kata sensei, otak laki-laki ibaratnya seperti kotak coklat yang dimakan satu persatu. Artinya pria sangat sulit melakukan beberapa pekerjaan secara bersamaan.
Sedangkan otak perempuan seperti mie, mudah dimakan sekaligus. Wanita sanggup melakukan beberapa pekerjaan secara kompleks dalam situasi yang sama.
Ini berhubungan dengan focus. Dimana focus laki-laki hanya terhadap satu hal saja, namun cenderung menguasai.Sedangkan perempuan, dapat menyelesaikan banyak hal sekaligus, tapi tidak akan sepenuhnya ahli.
Baca Juga : Hal Aneh Tentang Rokok
Persepsi
Kata para ahli bahwa salah satu diskriminasi kalau ada yang menganggap perempuan itu lemah. Padahal anggapan seperti itu sebenarnya relative.
Seperti perlakuan khusus bagi perempuan yang menangis dianggap tidak wajar. Karena dapat menimbulkan stigma bahwa perempuan itu lemah.
Sebenarnya perempuan yang menangis bukan karena lemah, tapi karena peka. Hal itu terkait fungsi otak perempuan yang dominan pada emosi.
Justru saya merasa aneh kalau ada perempuan yang menangis trus di cuekin. Kalau nanti bunuh diri, siapa yang tanggung jawab?.
Apalagi menangis itu kan sesuatu yang wajar. Dan justru yang ngak wajar itu adalah sesuatu yang ngak alami.
Baca Juga : Sukses Itu Tidak Semudah Yang Dicerita
Kebebasan
Persamaan gender digagas sebagai kebebasan. Tapi malah nyatanya lerlalu bebas. sehingga statuspun dianggap harus disamakan. Sampe-sampe wajah juga harus disamakan.
Facebook saja statusnya beda-beda, masa harus disamakan?. Bayangkan saja kalau status harus disamakan.
Kepala keluarga jadi ada dua, pasti ngak ada yang mau cuci piring. Status KTP disamakan, sehingga statusnya nikah semua. Kan kasian jomblo yang ngak nikah. Jomblokan bukan karena ngak laku ya, tapi ngak laku-laku.
Karena mendukung kebebasan bergender, makanya banyak perempuan yang menggeluti olah raga sepak bola. Statusnya jadi pemain sepakbola wanita.
Maaf dan jujur saja ya, mata saya rusak jika melihat perempuan bermain sepak bola. Bukan meremehkan, tapi benar-benar ngak etis olah raga keras digeluti kaum perempuan.
Ada lagi petinju wanita, yang benar-benar tidak lucu. Hanya karena cari status, tapi anggunmu seperti ember penyok, kan saya jadi kuatir. Ya saya ngak larang sih, tapi kasihan iya.
Seperti Bina Raga wanita, Kalau ngak cocok kan sebaiknya tidak usah dipaksa. Cari olah raga yang cocok saja.
Baca Juga : Krisis Kaum LGBT
Kekerasan
Ada yang mengatakan bahwa perlakuan tindak kekerasan kepada kaum perempuan sebagai diskriminasi gender.
Ini sudah keliru, dan bukan lagi pada konteks diskriminasi karena sudah berbicara kaum laki-laki sebagai pendiskriminasi.
Padahalkan yang namanya kekerasan itu termasuk sebagai tindakan kriminal. Korban kekerasan bisa siapa saja dan dimana saja, baik dirumah, sekolah, masyarakan bahkan antar negara sekalipun bisa terjadi.
Bukan kaum melainkan oknum. Kan lucu kalau anda yang salah pilih pasangan, trus saya disalahkan karena status laki-laki saya. Suami anda yang jahat, suami orang disalahkan!.
Baca Juga : Sex Bebas Dalam Pergaulan
Diskriminasi
Dizaman serba demokrasi saat ini, masih ada juga yang menganggap perempuan mendapat diskriminasi politik.
Kaum perempuan sebenarnya tidak di batasi sebagai calon anggota legislative. Hanya saja kuota pencalonannya yang kebanyakan diikuti kaum laki-laki. Risetlah!
Kalau zamannya masih zaman baju zirah, diskriminasi itu benar ada. Tapi sekarang ini kan sudah zamannya “Ladys First”, mustahil diskriminasi seperti itu. Trus salah siapa? Masa yang milih?!.
Karena persamaan gender, perempuan aktif berkarir. Beban jadi bertambah, selain urusan karir juga domestic rumah tangga.Yang disalahkan laki-laki karena tidak membantu urusan rumah tangga.
Padahal yang mau berkarirkan perempuan, koq laki-laki yang disalahkan. Kalau laki-laki sebenarnya sederhana saja mottonya, “kerja untuk rumah tangga”. Makanya ada ungkapan, “untuk kau dan sibuah hati”.
Kalau perempuan bekerja sebenarnya itu sangat membantu dalam ekonomi keluarga, tapi bukan keharusan. Karena jika keduanya bekerja, maka pastinya akan ada hal-hal dalam rumah tangga yang pasti terabaikan.
Kalau yang ngak bantu itu suami anda, jangan trus suami orang disalahkan dong!.
Persentase
Ini berhubungan dengan otak, hasil penelitian ilmuan, dimana orientasi sistem otak laki-laki dan perempuan berbeda.
Otak manusia terbagi dua yaitu otak kiri yang dominan pada analisa, dan kanan pada emosi. Manusia punya dua-duanya,namun kuotanya yang berbeda.
Sistem kerja otak laki-laki dominan pada analisa, sedangkan perempuan pada emosi.Makanya heran, kenapa lebih banyak para ilmuan dari kaum laki-laki dibanding perempuan.
Kalau analisa, cenderung orientasinya pada iq, dan emosi pada kreatifitas. Ibu aku juga gitu, marahnya kreatif!.
Pemimpin negara juga banyaknya laki-laki, dan hampir di segala bidang pekerjaan, mayoritas laki-laki. Kalau ada perempuan, biasanya jadi asisten.
Ini bukan karena diskriminasi atau perempuan yang tidak bisa bersaing. Itu cuma dipikiran kaum hawa saja. Kenyataannya, waktulah yang membatasi kaum perempuan untuk berkembang dan maju.
Ada perempuan yang jadi atlit angkat besi, kuli bangunan, petarung, pemain sepak bola, bahkan di militer. Semua profesi tersebut pada akhirnya harus berhenti saat berumah tangga.
Kebanyakan perempuan unggul dalam hal kreatifitas seperti fashion modeling atau designer. Apalagi untuk urusan kemanusiaan, perempuan unggul dalam segala hal.
Buktinya, perempuan jarang yang bertatto. Kan kalau bertatto, jadi ngak bisa donor darah. Kalau yang bertatto laki-laki, banyak!, tapi banyak juga yang bertato supaya dibilang badboy.
Jadi, ini bukan soal menang atau kalah. Tapi soal fungsi dan peran tiap kaum itu alaminya berbeda.
Fakta
Ada anggapan bahwa, “Perempuan berhenti khawatir dengan masa depan saat menikah, sedangkan laki-laki mulai khawatir akan masa depan ketika menikah”.
Ini tentang kedewasaan, kaum perempuan lebih sadar akan perannya dimasa depan. Sedangkan laki-laki tanpa sadar tahu akan kewajibannya dimasa depan.
Secara intelektual, kaum perempuan sebenarnya berada diantara tingkat intelegen kaum laki-laki, atau bisa dikatakan tidak akan lebih pintar dan tidak akan lebih bodoh dari kaum laki-laki. Dan kaum laki-laki unggul dalam segi bidang, sedangkan perempuan dalam segi peran.
Persamaan gender tidak harus menyamakan setiap aspek dalam kehidupan, apalagi menyamakan unsur-unsur yang bertentangan dengan kodrat alam.
Tapi orientasinya pada hak asasi manusia, sehingga jadi sejalan dengan prinsip emansipasi wanita yang tujuannya tanpa memandang status sosial.
Jadi bisa sama rasa, dan tidak menyalahi unsur-unsur dalam kehidupan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Ada pepatah mengatakan ;
"Women without her man, is nothing"
“Wanita tanpa prianya, adalah bukan siapa-siapa”
but
"Women without her, man is nothing".
“Wanita tanpa mereka, pria bukan siapa-siapa”
“Wanita tanpa prianya, adalah bukan siapa-siapa”
but
"Women without her, man is nothing".
“Wanita tanpa mereka, pria bukan siapa-siapa”